Bripda Muhammad Taufiq Hidayat, anggota Sabhara Polda DIY, sudah dua tahun tinggal di rumah berukuran 2,5x5 meter bersama ayah dan seorang adiknya. Di dalam rumah tersebut hanya terdapat satu tempat tidur dan lemari baju.
Namun yang mengejutkan adalah, rumah personel polisi itu dahulu merupakan sebuah kandang sapi. Bahkan, rumah di Dusun Jongke Tengah, Kabupaten Sleman, DIY, tersebut bukan rumah milik sendiri, melainkan sewaan dengan tarif Rp170 ribu per tahun. Keadaan inilah yang membuat banyak orang keheranan.
Muhammad Taufiq, pemuda kelahiran 25 Maret 1995 tersebut memang bukan berasal dari keluarga yang berkecukupan. Tapi karena tekatnya begitu kuat ingin menjadi polisi, dia tak patah semangat. Ditengah keterbatasan ekonomi, Taufiq tetap bersekolah hingga sekolah menengah atas.
Semasa menimba ilmu di SMK Negeri 1 Seyegan, ia mengikuti ekstrakurikuler Saka Bhayangkara. Dia yakin ekstrakurikuler itu menjadi langkah awal menggapai cita-citanya. "Saya memang memiliki cita-cita menjadi polisi," ungkap Taufiq.
Pada tahun 2014, setahun setelah lulus SMK, ia mendapat informasi dibukanya pendaftaran anggota Polri. Tanpa pikir panjang, Muhammad Taufiq ikut mendaftar. Saat itu, ia masih bekerja sebagai staf perpustakaan di sekolahnya dulu.
Setelah mengikut berbagai tes, nama Muhammad Taufiq Hidayat dinyatakan lulus sebagai anggota Polri. Kabar gembira tersebut langsung disampaikan ke keluarga. Ayahnya sempat tidak percaya, apalagi Muhammad Taufiq tidak pernah bercerita soal pendaftarannya itu.
"Saya seperti mendapat durian runtuh. Bapak sempat tidak percaya, karena dia mengganggap saya tidak punya uang. Bagaimana bisa? Saya juga tidak pernah cerita soal pendaftaran itu keluarga," terangnya.
Dalam sidang terbuka penerimaan brigadir, Muhammad Taufiq mengajak bapaknya yang masih belum percaya untuk ikut. Mereka berangkat ke Polda DIY dengan meminjam motor dari bengkel yang tidak jauh dari rumah. "Bapak akhirnya percaya. Saya bangga jadi polisi," tegasnya.
Muhammad Taufiq berharap keberhasilannya menjadi anggota Polri dapat memotivasi adik dan keluarganya. Baginya, keterpurukan ekonomi bukan berarti harus menepis cita-cita.
"Dengan kondisi terpuruk sekalipun, kita harus berani bangkit, jangan sampai semakin terpuruk," ujar Taufiq.
Resmi menjadi anggota Polri, Bripda Taufiq berangkat ke kantor menggunakan angkot atau menumpang temannya yang mengendarai motor. Bahkan, sebelum mendapat gaji, dia berjalan kaki yang jaraknya berkilo-kilo meter.
Hingga akhirnya Muhammad Taufiq terlambat sampai Mapolda. Dengan alasan yang diberikan, atasannya langsung memerintahkan anggotanya untuk mengecek kebenaran cerita tersebut. Akhirnya diketahui Muhammad Taufiq memang hidup dalam keterbatasan.
Namun sekarang, Muhammad Taufiq tinggal di Aula Direktorat Sabhara Polda DIY dan diperkenankan pulang seminggu sekali. Agar tidak terlambat, ia dipinjami motor oleh Wadir Sabhara Polda DIY.
Taufiq tetap mencintai keluarga. Dia berharap hasil jerih payahnya dapat memperbaiki ekonomi keluarga, terutama membawa keluarga pindah dari rumah bekas kandang sapi.
Taufiq mengkhawatirkan kesehatan ayah dan adiknya, karena rumah tersebut tidak layak huni. "Apalagi musim hujan seperti saat ini, rumah bocor, dingin. Saya mengkhawatirkan kesehatan
mereka," pungkasnya.
Bripda Muhammad Taufiq adalah salah satu dari sekian banyak kisah seorang yang dengan keterbatasannya ia mampu mewujudkan impian-impiannya. Dari kisah tersebut maka selayaknya bagi kita untuk dapat mengambil pelajaran kisah hidupnya. Maka benarlah, bahwa tekad yang kuat disertai tawakkal akan menjadi kekuatan untuk menggapai impian.
Posting Komentar